Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
Monday, 22 January 2018
Edit
Berikut ini adalah berkas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal. Download file format PDF.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal |
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
Berikut ini kutipan teks dari isi berkas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Pelayanan Minimal;
Mengingat :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Pelayanan Minimal;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
- Standar Pelayanan Minimal, yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
- Pelayanan Dasar adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar Warga Negara.
- Jenis Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan dalam rangka penyediaan barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh oleh setiap Warga Negara secara minimal.
- Mutu Pelayanan Dasar adalah ukuran kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa kebutuhan dasar serta pemenuhannya secara minimal dalam Pelayanan Dasar sesuai standar teknis agar hidup secara layak.
- Urusan Pemerintahan Wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.
- Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
- Warga Negara Indonesia, yang selanjutnya disebut Warga Negara adalah orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 2
SPM ditetapkan dan diterapkan berdasarkan prinsip kesesuaian kewenangan, ketersediaan, keterjangkauan, kesinambungan, keterukuran, dan ketepatan sasaran.
Pasal 3
(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar terdiri atas:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.
(2) Sebagian substansi Pelayanan Dasar pada urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai SPM.
(3) Penetapan sebagai SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kriteria barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang:
a. bersifat mutlak; dan
b. mudah distandarkan, yang berhak diperoleh oleh setiap Warga Negara secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar.
BAB II JENIS SPM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Jenis SPM terdiri atas SPM:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum;
d. perumahan rakyat;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.
(2) Materi muatan SPM mencakup:
a. Jenis Pelayanan Dasar;
b. Mutu Pelayanan Dasar; dan
BAB II JENIS SPM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Jenis SPM terdiri atas SPM:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum;
d. perumahan rakyat;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.
(2) Materi muatan SPM mencakup:
a. Jenis Pelayanan Dasar;
b. Mutu Pelayanan Dasar; dan
c. penerima Pelayanan Dasar.
(3) Setiap Jenis Pelayanan Dasar harus memiliki Mutu Pelayanan Dasar.
Bagian Kedua
SPM Pendidikan
Pasal 5
(1) SPM pendidikan mencakup SPM pendidikan Daerah provinsi dan SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pendidikan Daerah provinsi terdiri atas:
a. pendidikan menengah; dan
(3) Setiap Jenis Pelayanan Dasar harus memiliki Mutu Pelayanan Dasar.
Bagian Kedua
SPM Pendidikan
Pasal 5
(1) SPM pendidikan mencakup SPM pendidikan Daerah provinsi dan SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pendidikan Daerah provinsi terdiri atas:
a. pendidikan menengah; dan
b. pendidikan khusus.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar; dan
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar; dan
c. pendidikan kesetaraan.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. usia 16 (enam belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan menengah;
b. usia 4 (empat) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan khusus;
c. usia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan anak usia dini;
d. usia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan dasar; dan
e. usia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan kesetaraan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Ketiga
SPM Kesehatan
Pasal 6
(1) SPM kesehatan mencakup SPM kesehatan Daerah provinsi dan SPM kesehatan Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM kesehatan Daerah provinsi terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi; dan
b. pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM kesehatan Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan ibu hamil;
b. pelayanan kesehatan ibu bersalin;
c. pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
d. pelayanan kesehatan balita;
e. pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
f. pelayanan kesehatan pada usia produktif;
g. pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
h. pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
i. pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
j. pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
k. pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
l. pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus), yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/preventif.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia kesehatan; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi;
b. penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi;
c. ibu hamil untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan ibu hamil;
d. ibu bersalin untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan ibu bersalin;
e. bayi baru lahir untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
f. balita untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan balita;
g. usia pendidikan dasar untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
h. usia produktif untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia produktif;
i. usia lanjut untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
j. penderita hipertensi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
k. penderita diabetes melitus untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
l. orang dengan gangguan jiwa berat untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
m. orang terduga tuberkulosis untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
n. orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus) untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Keempat SPM Pekerjaan Umum Pasal 7
(1) SPM pekerjaan umum mencakup SPM pekerjaan umum Daerah provinsi dan SPM pekerjaan umum Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pekerjaan umum Daerah provinsi terdiri atas:
a. pemenuhan kebutuhan air minum curah lintas kabupaten/kota; dan
b. penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik regional lintas kabupaten/kota.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pekerjaan umum Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pemenuhan kebutuhan pokok air minum sehari- hari; dan
b. penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; dan
b. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu setiap Warga Negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Kelima
SPM Perumahan Rakyat
Pasal 8
(1) SPM perumahan rakyat mencakup SPM perumahan rakyat Daerah provinsi dan SPM perumahan rakyat Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM perumahan rakyat Daerah provinsi terdiri atas:
a. penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana provinsi; dan
b. fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM perumahan rakyat Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana kabupaten/kota; dan
b. fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; dan
b. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. korban bencana provinsi yang memiliki rumah terkena dampak bencana untuk Jenis Pelayanan Dasar penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana provinsi;
b. masyarakat yang terkena relokasi akibat program Pemerintah Daerah provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah provinsi;
c. korban bencana kabupaten/kota yang memiliki rumah terkena dampak bencana untuk Jenis Pelayanan Dasar penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana kabupaten/kota; dan
d. masyarakat yang terkena relokasi akibat program Pemerintah Daerah kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan rakyat yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. usia 16 (enam belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan menengah;
b. usia 4 (empat) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan khusus;
c. usia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan anak usia dini;
d. usia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan dasar; dan
e. usia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan kesetaraan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Ketiga
SPM Kesehatan
Pasal 6
(1) SPM kesehatan mencakup SPM kesehatan Daerah provinsi dan SPM kesehatan Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM kesehatan Daerah provinsi terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi; dan
b. pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM kesehatan Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan ibu hamil;
b. pelayanan kesehatan ibu bersalin;
c. pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
d. pelayanan kesehatan balita;
e. pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
f. pelayanan kesehatan pada usia produktif;
g. pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
h. pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
i. pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
j. pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
k. pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
l. pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus), yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/preventif.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia kesehatan; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi;
b. penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi;
c. ibu hamil untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan ibu hamil;
d. ibu bersalin untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan ibu bersalin;
e. bayi baru lahir untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
f. balita untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan balita;
g. usia pendidikan dasar untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
h. usia produktif untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia produktif;
i. usia lanjut untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
j. penderita hipertensi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
k. penderita diabetes melitus untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
l. orang dengan gangguan jiwa berat untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
m. orang terduga tuberkulosis untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
n. orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus) untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Keempat SPM Pekerjaan Umum Pasal 7
(1) SPM pekerjaan umum mencakup SPM pekerjaan umum Daerah provinsi dan SPM pekerjaan umum Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pekerjaan umum Daerah provinsi terdiri atas:
a. pemenuhan kebutuhan air minum curah lintas kabupaten/kota; dan
b. penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik regional lintas kabupaten/kota.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pekerjaan umum Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pemenuhan kebutuhan pokok air minum sehari- hari; dan
b. penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; dan
b. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu setiap Warga Negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Kelima
SPM Perumahan Rakyat
Pasal 8
(1) SPM perumahan rakyat mencakup SPM perumahan rakyat Daerah provinsi dan SPM perumahan rakyat Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM perumahan rakyat Daerah provinsi terdiri atas:
a. penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana provinsi; dan
b. fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM perumahan rakyat Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana kabupaten/kota; dan
b. fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; dan
b. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. korban bencana provinsi yang memiliki rumah terkena dampak bencana untuk Jenis Pelayanan Dasar penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana provinsi;
b. masyarakat yang terkena relokasi akibat program Pemerintah Daerah provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah provinsi;
c. korban bencana kabupaten/kota yang memiliki rumah terkena dampak bencana untuk Jenis Pelayanan Dasar penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana kabupaten/kota; dan
d. masyarakat yang terkena relokasi akibat program Pemerintah Daerah kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan rakyat yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Keenam
SPM Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat
Pasal 9
(1) SPM ketenteraman, ketertiban umum, pelindungan masyarakat mencakup dan SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah provinsi dan SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah provinsi yaitu pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum;
b. pelayanan informasi rawan bencana;
c. pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana;
d. pelayanan penyelamatan bencana; dan dan evakuasi korban
e. pelayanan penyelamatan kebakaran. dan evakuasi korban
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. yang terkena dampak gangguan ketenteraman dan ketertiban umum akibat penegakan hukum terhadap pelanggaran Peraturan Daerah provinsi dan peraturan kepala Daerah provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum provinsi;
b. yang terkena dampak gangguan ketenteraman dan ketertiban umum akibat penegakan hukum terhadap pelanggaran Peraturan Daerah kabupaten/kota dan peraturan kepala Daerah kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum;
c. yang berada di kawasan rawan bencana dan yang menjadi korban bencana untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan informasi rawan bencana, pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana, dan pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana; dan
d. yang menjadi korban kebakaran atau terdampak kebakaran untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban kebakaran.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Ketujuh
SPM Sosial
Pasal 10
(1) SPM sosial mencakup SPM sosial Daerah provinsi dan SPM sosial Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM sosial Daerah provinsi terdiri atas:
a. rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di dalam panti;
b. rehabilitasi sosial dasar anak telantar di dalam panti;
c. rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di dalam panti;
d. rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di dalam panti; dan
e. perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM sosial Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di luar panti;
b. rehabilitasi sosial dasar anak telantar di luar panti;
c. rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di luar panti;
d. rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di luar panti; dan
e. perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana kabupaten/kota.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas sumber daya manusia kesejahteraan sosial; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. penyandang disabilitas telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di dalam dan di luar panti;
b. anak telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar anak telantar di dalam dan di luar panti;
c. lanjut usia telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di dalam dan di luar panti;
d. gelandangan dan pengemis untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di dalam dan di luar panti;
e. korban bencana provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana provinsi; dan
f. korban bencana kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana kabupaten/kota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
BAB III
PENERAPAN DAN PELAPORAN SPM
SPM Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat
Pasal 9
(1) SPM ketenteraman, ketertiban umum, pelindungan masyarakat mencakup dan SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah provinsi dan SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah provinsi yaitu pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum;
b. pelayanan informasi rawan bencana;
c. pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana;
d. pelayanan penyelamatan bencana; dan dan evakuasi korban
e. pelayanan penyelamatan kebakaran. dan evakuasi korban
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. yang terkena dampak gangguan ketenteraman dan ketertiban umum akibat penegakan hukum terhadap pelanggaran Peraturan Daerah provinsi dan peraturan kepala Daerah provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum provinsi;
b. yang terkena dampak gangguan ketenteraman dan ketertiban umum akibat penegakan hukum terhadap pelanggaran Peraturan Daerah kabupaten/kota dan peraturan kepala Daerah kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum;
c. yang berada di kawasan rawan bencana dan yang menjadi korban bencana untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan informasi rawan bencana, pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana, dan pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana; dan
d. yang menjadi korban kebakaran atau terdampak kebakaran untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban kebakaran.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Ketujuh
SPM Sosial
Pasal 10
(1) SPM sosial mencakup SPM sosial Daerah provinsi dan SPM sosial Daerah kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM sosial Daerah provinsi terdiri atas:
a. rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di dalam panti;
b. rehabilitasi sosial dasar anak telantar di dalam panti;
c. rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di dalam panti;
d. rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di dalam panti; dan
e. perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM sosial Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di luar panti;
b. rehabilitasi sosial dasar anak telantar di luar panti;
c. rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di luar panti;
d. rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di luar panti; dan
e. perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana kabupaten/kota.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas sumber daya manusia kesejahteraan sosial; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. penyandang disabilitas telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas telantar di dalam dan di luar panti;
b. anak telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar anak telantar di dalam dan di luar panti;
c. lanjut usia telantar untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar di dalam dan di luar panti;
d. gelandangan dan pengemis untuk Jenis Pelayanan Dasar rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di dalam dan di luar panti;
e. korban bencana provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana provinsi; dan
f. korban bencana kabupaten/kota untuk Jenis Pelayanan Dasar perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana kabupaten/kota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
BAB III
PENERAPAN DAN PELAPORAN SPM
Bagian Kesatu
Penerapan SPM
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah menerapkan SPM untuk pemenuhan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
(2) Penerapan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. pengumpulan data;
b. penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar;
c. penyusunan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar; dan
d. pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar.
(3) Penerapan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan bagi Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasarnya.
Pasal 12
(1) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Pemerintah Daerah secara berkala untuk memperoleh data tentang jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
(2) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan sesuai dengan standar teknis SPM yang bersangkutan.
(3) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencakup:
a. jumlah dan identitas lengkap Warga Negara yang berhak memperoleh barang dan/atau jasa kebutuhan dasar secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasarnya serta khusus pengumpulan data untuk penerapan SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota mencakup jumlah dan identitas lengkap seluruh Warga Negara yang berhak memperoleh barang dan/atau jasa kebutuhan dasar secara minimal; dan
b. jumlah barang dan/atau jasa yang tersedia, termasuk jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.
(4) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diintegrasikan dengan sistem informasi pembangunan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dilakukan dengan menghitung selisih antara jumlah barang dan/atau jasa yang dibutuhkan untuk pemenuhan Pelayanan Dasar dengan jumlah barang dan/atau jasa yang tersedia, termasuk menghitung selisih antara jumlah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pemenuhan Pelayanan Dasar dengan jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.
(2) Dalam hal terdapat penghitungan biaya, penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan standar biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi dasar dalam penyusunan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar.
Pasal 14
(1) Penyusunan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar Pelayanan Dasar tersedia secara cukup dan berkesinambungan.
(2) Rencana pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan Daerah sebagai prioritas belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d dilakukan sesuai dengan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar.
(2) Pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah berupa:
a. menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan; dan/atau
b. melakukan kerja sama Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah dapat:
a. membebaskan biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal, dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak mampu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. memberikan bantuan pemenuhan barang dan/jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh Warga Negara secara minimal, dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak mampu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SPM diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Kedua
Laporan Penerapan SPM Pasal 17
(1) Laporan penerapan SPM termasuk dalam materi muatan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan disampaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(2) Materi muatan laporan penerapan SPM sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. hasil penerapan SPM;
b. kendala penerapan SPM; dan
c. ketersediaan anggaran dalam penerapan SPM.
(3) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), laporan penerapan SPM Daerah provinsi dalam laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus mencantumkan rekapitulasi penerapan SPM Daerah kabupaten/kota.
Pasal 18
(1) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk perumusan kebijakan nasional.
(2) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk pemberian insentif atau disinsentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemberian insentif atau disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
(4) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk:
a. penilaian kinerja perangkat Daerah;
b. pengembangan kapasitas Daerah dalam peningkatan pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar; dan
c. penyempurnaan kebijakan penerapan SPM dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan Daerah.
BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Penerapan SPM
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah menerapkan SPM untuk pemenuhan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
(2) Penerapan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. pengumpulan data;
b. penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar;
c. penyusunan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar; dan
d. pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar.
(3) Penerapan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan bagi Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasarnya.
Pasal 12
(1) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Pemerintah Daerah secara berkala untuk memperoleh data tentang jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
(2) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan sesuai dengan standar teknis SPM yang bersangkutan.
(3) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencakup:
a. jumlah dan identitas lengkap Warga Negara yang berhak memperoleh barang dan/atau jasa kebutuhan dasar secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasarnya serta khusus pengumpulan data untuk penerapan SPM pendidikan Daerah kabupaten/kota mencakup jumlah dan identitas lengkap seluruh Warga Negara yang berhak memperoleh barang dan/atau jasa kebutuhan dasar secara minimal; dan
b. jumlah barang dan/atau jasa yang tersedia, termasuk jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.
(4) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diintegrasikan dengan sistem informasi pembangunan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dilakukan dengan menghitung selisih antara jumlah barang dan/atau jasa yang dibutuhkan untuk pemenuhan Pelayanan Dasar dengan jumlah barang dan/atau jasa yang tersedia, termasuk menghitung selisih antara jumlah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pemenuhan Pelayanan Dasar dengan jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.
(2) Dalam hal terdapat penghitungan biaya, penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan standar biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi dasar dalam penyusunan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar.
Pasal 14
(1) Penyusunan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar Pelayanan Dasar tersedia secara cukup dan berkesinambungan.
(2) Rencana pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan Daerah sebagai prioritas belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d dilakukan sesuai dengan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar.
(2) Pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah berupa:
a. menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan; dan/atau
b. melakukan kerja sama Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah dapat:
a. membebaskan biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal, dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak mampu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. memberikan bantuan pemenuhan barang dan/jasa kebutuhan dasar yang berhak diperoleh Warga Negara secara minimal, dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak mampu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SPM diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Bagian Kedua
Laporan Penerapan SPM Pasal 17
(1) Laporan penerapan SPM termasuk dalam materi muatan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan disampaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(2) Materi muatan laporan penerapan SPM sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. hasil penerapan SPM;
b. kendala penerapan SPM; dan
c. ketersediaan anggaran dalam penerapan SPM.
(3) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), laporan penerapan SPM Daerah provinsi dalam laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus mencantumkan rekapitulasi penerapan SPM Daerah kabupaten/kota.
Pasal 18
(1) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk perumusan kebijakan nasional.
(2) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk pemberian insentif atau disinsentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemberian insentif atau disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
(4) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk:
a. penilaian kinerja perangkat Daerah;
b. pengembangan kapasitas Daerah dalam peningkatan pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar; dan
c. penyempurnaan kebijakan penerapan SPM dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan Daerah.
BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 19
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara umum.
(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang yang sesuai dengan jenis SPM melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara teknis.
(3) Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan SPM provinsi oleh perangkat Daerah provinsi.
(4) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten/kota secara umum dan teknis.
(5) Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten oleh perangkat Daerah kabupaten dan wali kota melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kota oleh perangkat Daerah kota.
(6) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Pasal 20
(1) Kepala Daerah dan/atau wakil kepala Daerah yang tidak melaksanakan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 dijatuhi sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 21
Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta melaksanakan penerapan seluruh jenis SPM sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua pengaturan mengenai SPM yang diatur dalam peraturan perundang-undangan selain peraturan perundang- undangan bidang Pemerintahan Daerah, pelaksanaannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 23
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai SPM wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 24
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama tanggal 1 Januari 2019.
Pasal 26
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2019.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2018
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara umum.
(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang yang sesuai dengan jenis SPM melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara teknis.
(3) Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan SPM provinsi oleh perangkat Daerah provinsi.
(4) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten/kota secara umum dan teknis.
(5) Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten oleh perangkat Daerah kabupaten dan wali kota melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kota oleh perangkat Daerah kota.
(6) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Pasal 20
(1) Kepala Daerah dan/atau wakil kepala Daerah yang tidak melaksanakan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 dijatuhi sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 21
Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta melaksanakan penerapan seluruh jenis SPM sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua pengaturan mengenai SPM yang diatur dalam peraturan perundang-undangan selain peraturan perundang- undangan bidang Pemerintahan Daerah, pelaksanaannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 23
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai SPM wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 24
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama tanggal 1 Januari 2019.
Pasal 26
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2019.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Januari 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Januari 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
YASONNA H. LAOLY
Download Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
Download File:
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal.pdf
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal. Semoga bisa bermanfaat.