Model Pembelajaran TPSTS (Think Pair Square Talkball Share) - foldersoal.com
Thursday, 2 January 2020
Edit
Sistem pembelajaran di sekolah-sekolah saat ini cenderung hanya memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa. Guru memberikan informasi kepada siswa yang pasif dan mengharapkan siswa untuk menghafal dan mengingatnya. Selain itu, guru hanya mengajarkan materi kepada siswa secara individu. Padahal teori Darwin menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama, kehidupan ini sudah punah.
Pada zaman sekarang ini pendidikan sudah bukan lagi mengarah pada Teacher Center, tetapi Student Center. Saat ini siswa menjadi orientasi utama dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Oleh karena itu, Siswa dituntut untuk dapat lebih aktif, baik dalam berpikir, bertingkah laku maupun berkomunikasi dalam pembelajaran. Untuk menunjang hal tersebut, seorang Guru biasanya menggunakan berbagai macam metode dan model tertentu agar pembelajaran berorientasi pada siswa ini dapat tercapai.
Metode atau model yang digunakan oleh guru biasanya berbentuk Cooperatif leraning, yakni pembelajaran yang menekankan pada kerjasama antara siswa yang satu dengan yang lain. Model pembelajaran Cooperatif leraning sangat beragam. Suyanto (2009:17) menuliskan ada 3 model pembelajaran cooperatif yang sering diterapkan diantaranya adalah (1) Think-Pair-Share; (2) Think-Pair-Square; dan (3) Expert Group.
Setiap model pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini tergantung dari keefektivitasan dalam menerapkan model tersebut pada sebuah mata pelajaran tertentu. Pada dasarnya semua model pembelajaran dapat digunakan untuk semua mata pelajaran, tidak ada model yang dibuat hanya untuk mata pelajaran tertentu saja. Hanya saja kecocokan penggunaan model terhadap suatu mata pelajaran akan sangat berpengaruh pada efektivitas fungsi dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dari model tersebut.
Pada kesempatan kali ini kelompok kami menawarkan sebuah model pembelajaran baru yang bisa dijadikan sebagai tambahan referensi bagi para pengajar di Sekolah Dasar. Model ini bernama Think Pair Square Talkball Share (TPSTS). TPSTS merupakan gabungan dari model Think Pair Share dan Think Pair Square, yang dikombinasikan dengan permainan Talkball.
Model Pembelajaran Think Pair Square Talkball Share
Model pembelajaran Think Pair Square Share merupakan pengembangan dari model Think Pair Share dan Think Pair Square yang telah dikembangkan masing-masing oleh Frank Lyman pada tahun 1982 dan Spencer Kagan pada tahun 1993 yang kami modifikasikan dengan permainan Talkball (talking ball). Karena model pembelajaran Think Pair Square Share sendiri sudah diterapkan untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok. Sehingga agar setiap siswa tetap memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang sama dalam menyampaikan hasil diskusi kami menambahkan dengan suatu permainan yaitu talkball di mana siswa tetap bisa bermain dan bernyanyi sambil belajar.
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajarannya.
1. Think atau tahap berpikir, guru mengajukan pertanyaan atau permasalahan kepada siswa.
2. Siswa diberi kesempatan untuk berfikir atau mencari informasi sendiri.
3. Guru membentuk kelompok kecil dengan anggota heterogen 4-6 orang.
4. Pair atau tahap berpasangan masing-masing siswa bertukar pikiran secara perpasangan (2 orang).
5. Square tiap pasangan menyampaikan hasil diskusi pada teman 1 anggota kelompok kecil.
6. Setiap kelompok kecil mengambil satu kesepakatan.
7. Permainan Talkball (talking ball)
8. Share, siswa yang mendapatkan bola saat lagu berhenti maka harus menyampaikan hasil kesepakatan dari diskusi yang telah dilakukannya ke siswa lain dalam kelompok besar (kelas).
9. Guru menengahi dan menyatukan persepsi.
Keunggulan dari model ini diantaranya,
1. Mengembangkan kemampuan siswa dalam memberikan ide atas permasalahan yang diberikan.
2. Melatih siswa untuk menyampaikan pendapat.
3. Memberi kesempatan siswa untuk lebih banyak berdiskusi.
4. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan teman lain yang lebih pintar atau lebih lemah.
5. Melatih siswa untuk bertukar pendapat sekaligus menghargai pendapat yang berbeda.
6. Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menyampaikan hasil diskusi.
7. Adanya permainan dan bernyanyi sehingga siswa tidak bosan dengan pembelajaran yang berlangsung.
8. Dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang dan pembelajaran lebih mengarah pada student oriented.
*) Dikirim oleh Putri Sulistyani, Mahasiswa PGSD UNY Angkatan 2010 Berbagai Sumber
Pada zaman sekarang ini pendidikan sudah bukan lagi mengarah pada Teacher Center, tetapi Student Center. Saat ini siswa menjadi orientasi utama dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Oleh karena itu, Siswa dituntut untuk dapat lebih aktif, baik dalam berpikir, bertingkah laku maupun berkomunikasi dalam pembelajaran. Untuk menunjang hal tersebut, seorang Guru biasanya menggunakan berbagai macam metode dan model tertentu agar pembelajaran berorientasi pada siswa ini dapat tercapai.
Metode atau model yang digunakan oleh guru biasanya berbentuk Cooperatif leraning, yakni pembelajaran yang menekankan pada kerjasama antara siswa yang satu dengan yang lain. Model pembelajaran Cooperatif leraning sangat beragam. Suyanto (2009:17) menuliskan ada 3 model pembelajaran cooperatif yang sering diterapkan diantaranya adalah (1) Think-Pair-Share; (2) Think-Pair-Square; dan (3) Expert Group.
Setiap model pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini tergantung dari keefektivitasan dalam menerapkan model tersebut pada sebuah mata pelajaran tertentu. Pada dasarnya semua model pembelajaran dapat digunakan untuk semua mata pelajaran, tidak ada model yang dibuat hanya untuk mata pelajaran tertentu saja. Hanya saja kecocokan penggunaan model terhadap suatu mata pelajaran akan sangat berpengaruh pada efektivitas fungsi dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dari model tersebut.
Pada kesempatan kali ini kelompok kami menawarkan sebuah model pembelajaran baru yang bisa dijadikan sebagai tambahan referensi bagi para pengajar di Sekolah Dasar. Model ini bernama Think Pair Square Talkball Share (TPSTS). TPSTS merupakan gabungan dari model Think Pair Share dan Think Pair Square, yang dikombinasikan dengan permainan Talkball.
Model Pembelajaran Think Pair Square Talkball Share
Model pembelajaran Think Pair Square Share merupakan pengembangan dari model Think Pair Share dan Think Pair Square yang telah dikembangkan masing-masing oleh Frank Lyman pada tahun 1982 dan Spencer Kagan pada tahun 1993 yang kami modifikasikan dengan permainan Talkball (talking ball). Karena model pembelajaran Think Pair Square Share sendiri sudah diterapkan untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok. Sehingga agar setiap siswa tetap memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang sama dalam menyampaikan hasil diskusi kami menambahkan dengan suatu permainan yaitu talkball di mana siswa tetap bisa bermain dan bernyanyi sambil belajar.
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajarannya.
1. Think atau tahap berpikir, guru mengajukan pertanyaan atau permasalahan kepada siswa.
2. Siswa diberi kesempatan untuk berfikir atau mencari informasi sendiri.
3. Guru membentuk kelompok kecil dengan anggota heterogen 4-6 orang.
4. Pair atau tahap berpasangan masing-masing siswa bertukar pikiran secara perpasangan (2 orang).
5. Square tiap pasangan menyampaikan hasil diskusi pada teman 1 anggota kelompok kecil.
6. Setiap kelompok kecil mengambil satu kesepakatan.
7. Permainan Talkball (talking ball)
8. Share, siswa yang mendapatkan bola saat lagu berhenti maka harus menyampaikan hasil kesepakatan dari diskusi yang telah dilakukannya ke siswa lain dalam kelompok besar (kelas).
9. Guru menengahi dan menyatukan persepsi.
Keunggulan dari model ini diantaranya,
1. Mengembangkan kemampuan siswa dalam memberikan ide atas permasalahan yang diberikan.
2. Melatih siswa untuk menyampaikan pendapat.
3. Memberi kesempatan siswa untuk lebih banyak berdiskusi.
4. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan teman lain yang lebih pintar atau lebih lemah.
5. Melatih siswa untuk bertukar pendapat sekaligus menghargai pendapat yang berbeda.
6. Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menyampaikan hasil diskusi.
7. Adanya permainan dan bernyanyi sehingga siswa tidak bosan dengan pembelajaran yang berlangsung.
8. Dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang dan pembelajaran lebih mengarah pada student oriented.
*) Dikirim oleh Putri Sulistyani, Mahasiswa PGSD UNY Angkatan 2010 Berbagai Sumber